Mempersapkan Anak Menjadi Prajurit Anti Bullying
“Hi..
Jangan dekat – dekat aku. Badanmu bau.”
“Wah,
mungkin Tuhan dulu waktu membuat wajahmu itu bingung, ya. Habis wajahmu
bentuknya kacau begini.”
“Aku
pikir kamu perempuan terjelek yang pernah kulihat. Nggak ada manis – manisnya
sama sekali.”
Ketiga kalimat yang bernada negatif di atas bukan
karangan saya. Saya menjadi saksi bisu bagaimana seorang anak bisa mengeluarkan
kata – kata yang mengejek dan mengintimidasi kepercayaan diri seseorang.
Kalimat pertama dan kedua diucapkan oleh teman saya saat mereka masih duduk di
bangku TK dan SD. Sedangkan kalimat terakhir
meluncur keluar tanpa ampun dari mulut seorang teman SMP saya yang
memang tergolong sebagai sosok populer yang gemar mengejek orang lain. Ini hanyalah
sebagian kecil dari contoh kasus bullying
yang terjadi di sekolah. Belum termasuk di tempat – tempat penting lain. Jelas
sudah bahwa bullying masih merupakan silent killer bagi jiwa anak – anak
kita. Bahkan menjadi masalah yang harus ditangani dengan seksama. Apakah emak-
emak sekalian juga berpikiran serupa?
Sebelum melatih anak – anak kita menjadi pribadi
yang tidak mudah dibully, pastikan dulu bahwa kita berhasil membentuk mereka
menjadi jiwa – jiwa yang peduli pada
masalah bullying, bahkan bersedia
menyatakan sikap untuk melawan bullying.
Jika mereka terlatih menjadi pribadi anti bullying,
otomatis mereka akan memiliki keterampilan dan respon sosial yang memadai saat
dibully oleh pihak lain. Beberapa
cara yang dapat kita usahakan bersama adalah sebagai berikut :
1.
Pastikan
Bahwa Pola Asuh Kita Sesuai Track
Ideal
Ingin anak menjadi
pribadi anti bullying? Berikanlah
keteladanan kepada mereka lewat pola asuh kita. Anak melihat dan meniru,
sehingga kita sebagai orang tua harus mawas diri terlebih dahulu. Sudahkah kita
menghargai perasaan mereka? Cobalah mendengarkan keluh kesah mereka, bahkan
bersabarlah jika aktivitas kita diinterupsi oleh anak – anak. Jika terganggu,
usahakan untuk tidak berteriak, mengancam, bahkan memukul anak. Cara ini akan
membuat anak merasa dihargai.
2.
Tidak
Berfokus pada Kekurangan Anak
“Gendut....
Ayo cepat buat PR ! Nanti kamu jadi
tambah bodoh Matematikanya kalau bermain terus!”
Dalam kalimat ini, kita
sudah melakukan agresi verbal ganda terhadap anak. Kita menyoroti kekurangan
fisik sekaligus akademis. Kalimat – kalimat negatif yang senantiasa diungkapkan
kepada anak tidak akan membuat mereka
termotivasi untuk berusaha. Mari mencoba mencari kata – kata positif yang
menggugah kemauan mereka untuk berusaha.
3.
Menguatkan
Bonding Lewat Dongeng
SSalah satu cara
menguatkan tali kasih dengan anak adalah memberikan waktu kebersamaan pada
anak. Kegiatan membacakan dongeng bagi
putra – putri kita akan memberikan quality
time yang berharga bagi mereka. Jangan lupa adakan sesi tanya- jawab
sederhana saat mendongeng. Jika si tokoh antagonis dalam dongeng mulai beraksi,
tanyalah pada anak apakah tindakan si tokoh tersebut benar? Jika salah,
bagaimana sebaiknya? Anak akan belajar peka dalam membaca perasaan orang lain.
4.
Mengajak
Anak Berani Berkata “Tidak”
Sungguh penting
mengajar anak agar menyatakan sikap terhadap ajakan berbau provokatif. Tanamkan
pengertian bahwa Bullying adalah
tindakan yang mencermikan kelemahan. Orang yang kuat adalah orang yang memilih
berdiri untuk membela dan menyemangati, alih – alih mematahkan semangat orang
lain.
Memadamkan lilin seseorang tidak akan membuat lilin
kita bersinar lebih terang. Mari bergandeng tangan bersama untuk mempersiapkan
para prajurit anti bullying.
Komentar
Posting Komentar