NAIK KELAS: BUKTI CINTA SEJATI SAYA PADA DUNIA LITERASI




Saya selalu  setuju dengan sebuah ungkapan: Do what you love, and  love what you do.
Setiap manusia terlahir dengan minat maupun passion yang berbeda.
Pencarian passion laksana sebuah perburuan harta karun yang harus ditemukan. Begitu menemukan apa yang menjadi passion kita, rasanya dunia akan berubah menjadi lebih ramah dan menyenangkan.

Ketika passion sudah digenggam, langkah apa yang akan kita lakukan untuk mempertahankan api cinta terhadap satu bidang istimewa tersebut?
Tentunya kita akan terus menggali, hal-hal apakah yang dapat dikembangkan dari passion tersebut.
Salah satu ciri passion yang sehat adalah ketika sesuatu yang menjadi kegemaran kita tidak melulu memakan maupun menghabiskan cost.

Seandainya passion saya ada di dunia make up, pastinya saya akan memekik gembira jika melihat aneka produk alat make up dengan formula terbaru.
Jika saya memiliki passion di dunia fashion, perburuan aneka kain cantik akan menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi saya.
Misalkan saya memiliki passion di dunia kuliner, mungkin saja saya sudah menjelma menjadi seorang chef atau pemilik sebuah restoran. Ujung-ujungnya, saya akan berasyik masyuk ria dengan tepung, daging, maupun bahan lain dengan kualitas premium. Dapur menjadi sebuah tempat yang selalu ngangeni untuk disambangi.


Sebagai seorang penulis pemula, tentu saja mata saya menjadi "hijau" saat melihat banyak buku maupun training bertebaran di mana-mana.
Serius! Bak seorang anak yang lagi doyan-doyannya jajan, saya pun susah menahan diri untuk tidak berinvestasi pada satu training setiap bulannya.

Maruk? Haha, saya ga ambil pusing dengan anggapan tersebut. Sebab saya menyadari, bahwa menjadi seorang penulis yang naik kelas itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Namun di sisi lain, kita harus mengingat bahwa kebiasaan jajan ilmu training tidak akan meningkatkan kapasitas--- jika tidak dibarengi dengan action untuk NAIK KELAS.

Saya bersungguh-sungguh.
Seorang penulis akan dikatakan berhasil jika ia mampu membuktikan produktivitasnya di luar tembok training.
Karya-karyanya tidak melulu berkutat pada tugas training, bahkan harus ada peningkatan target.
Di sisi lain, seorang penulis harus mampu MENGEMBALIKAN MODAL yang telah dikeluarkan.
Jajan ilmu memang asyik, namun harus diingat bahwa pengembalian modal adalah sebuah tanggungjawab pribadi maupun pembuktian diri-- bahwa menulis adalah sebuah kegiatan yang mampu menghasilkan secara materi.

Bagaimana caranya agar penulis pemula bisa naik kelas? Setidaknya ada 3 poin yang dapat dipelajari bersama:

  • MEMILIH MENTOR YANG TERUJI KREDIBILITASNYA
Memang ada banyak training kepenulisan yang ditawarkan. Penulis pemula bebas memilih sesuai kebutuhan dan  budget.
Dari pengalaman pribadi, saya lebih suka dibimbing oleh seorang mentor yang
banyak bermain di penerbitan mayor. 

Saya tidak mengasumsikan bahwa buku yang dilaunching melalui penerbit mandiri kalah bersaing. Namun harus diakui, sejumlah portofolio dari penerbit mayor akan menambah kekuatan branding seorang penulis. Aroma seleksi yang ketat untuk menembus sebuah penerbit mayor menjadi kekuatan tersendiri dari seorang penulis.
 
Karena sudah ada branding yang kuat, tidak perlu kaget jika biaya training yang dikelola sang mentor sedikit lebih tinggi daripada lapak sebelah. Trust me, “mehong”nya biaya tersebut justru menjadi pelecut bagi kita untuk segera mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan.


Salah satu mentor yang saya promosikan untuk diikuti kelasnya adalah Bapak Anang YB. Beliau telah malang melintang di dunia ghostwriter. Bahkan kemampuannya dalam menuliskan aneka kisah biografi yang apik tidak diragukan lagi. Karena kepiawaiannya, sejumlah karya Pak Anang mampu bertengger di klasifikasi bestseller toko buku Gramedia. Ilmu yang disajikan dalam kelas beliau sangatlah padat dan aplikatif, sehingga rekan-rekan penulis pemula akan mampu membuat sebuah draft kisah yang penuh makna.


  • ·         RAJIN MEMBRANDING DIRI SEBAGAI PENULIS
Jangan ragu mengikuti aneka kompetisi menulis maupun sejumlah peluang lain yang ditawarkan oleh media literasi. Kompetisi mampu mengasah ketajaman seorang penulis pemula, bahkan meningkatkan kepekaan penulis dalam menentukan gaya kepenulisan yang hendak disajikan.

Cobalah juga bermain di luar zona nyaman. Jika sudah merasa mendapatkan cukup ilmu dalam pembuatan artikel, tidak ada salahnya mengupgrade kemampuan di bidang resensi buku. Setelah memiliki kemampuan meresensi sejumlah buku, perbesarlah kapasitas dengan menjadi seorang proof reader maupun editor. Piawai sebagai novelis? Tingkatkan keahlian sebagai seorang penulis cerita anak. 
Ujung-ujungnya memang harus jajan ilmu lagi, namun percayalah bahwa hasilnya akan sepadan.


Tidak perlu merasa malu untuk membuat status di media sosial yang menceritakan aktivitas kepenulisan kita. Bila perlu, pakailah hastag yang menguatkan aroma kita sebagai penulis, seperti #SayaEditor, atau #MomWriter. 
Jangan pelit berbagi ilmu maupun informasi tentang aktivitas menulis pada rekan-rekan yang membutuhkan.

Believe or not, jika kapabilitas yang mumpuni berpadu dengan timing yang pas, rezeki akan datang dengan sendirinya. Berkaca dari pengalaman pribadi saya, memberi info seseorang dengan ketulusan hati ternyata membuka pintu berkat bagi saya.  Hal ini akan  dibahas lebih lanjut pada poin terakhir.
·        


  •  BIJAK DALAM MENENTUKAN FEE
Harus diakui, fee menjadi sebuah masalah yang asyik sekaligus  rawan  dibahas oleh penulis pemula. Setiap penulis harus memiliki etika dalam menentukan harga. Seeorang penulis pemula haruslah menghargai sebuah proses, sehingga perlu sekali untuk menanamkan mindset bahwa kepuasan klien berharga berkali-kali lipat dari sejumlah nominal fee.

Dalam sebuah training kepenulisan, sang mentor mengatakan bahwa kita harus mampu menentukan harga tulisan kita. Prinsipnya berkaitan dengan penghargaan terhadap karya sendiri. Jika terlalu murah, berarti kita menentukan kualitas diri sendiri.

Nah, saya melanggar petuah tersebut. Strategi yang saya pakai adalah melakukan kinerja yang terbaik, dan mempersilakan klien untuk menilai sendiri hasil pekerjaan yang telah saya lakukan. Saya memiliki keyakinan bahwa usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil.

Saya membiarkan klien-klien menentukan sendiri harga yang pantas saya terima. Caranya? Dengan aktif berdiskusi pada klien mengenai pekerjaan yang telah dibuat. Saat rajin meminta feedback dari klien, penulis pemula akan makin mengerti style dan ciri khas dari klien masing-masing.

Berkaca dari pengalaman terakhir saya, saat menjadi proof reader sebuah buku, saya tidak mengedit sejumlah bahasa daerah yang digunakan sang pengarang. Aneka bahasa daerah dan bahasa gaul yang bertebaran pada naskah buku klien adalah ciri khas serta kekuatan yang membuat buku klien terasa berbeda. 
Saya hanya menawarkan, perlukah sejumlah bahasa daerah tersebut diberi catatan kaki—dengan tujuan agar pembaca lebih mudah dalam mencerna isi tulisan.


Ketika menjadi editor sebuah buku, saya tidak segan mendatangi rumah klien berulang kali untuk mendiskusikan isi bab per bab. Bahkan saya menawarkan diri untuk mencari endorsement dari sejumlah tokoh yang dianggap mampu memberikan brand positif terhadap isi buku. Pendeknya, cobalah untuk memberikan bantuan sebaik mungkin. Ibaratnya, jika seseorang meminta kita berjalan menemaninya sejauh dua mil, cobalah untuk berjalan sejauh tiga mil.

Siap-siap juga hidup rukun dengan deadline. Menulis tanpa deadline sama saja dengan meremehkan kemampuan kita sendiri untuk bisa fleksibel bekerja di bawah tekanan. Deadline membuat hidup menjadi lebih produktif dan bewarna.


Ngomong-ngomong soal fee, berapa hasil yang didapat? Puji Tuhan, klien yang merasa puas memberikan upah yang selayaknya saya terima. Saya mendapatkan ganti 5x lipat dari modal yang telah saya keluarkan. Jadi silakan berhitung sendiri, semisal biaya training dipatok di harga Rp.500.000,00 berarti fee yang diterima adalah Rp.2.500.000,00. Tingkatkan kemampuan diri, dan hasil akhir akan mengikuti.


Bersedialah untuk menjadi pemula dalam berbagai hal, dan bersabarlah menjalani proses yang ada. Nikmati setiap perjalanan yang sedang ditempuh, karena otot-otot kepenulisan kita akan semakin kuat dalam masa pembelajaran. Selamat berkarya!







Komentar

  1. Tulisan mbak Jesicca bikin saya terharu dan membuka mata. Salut buat mbak Jesicca, semoga sukses selalu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Mbak. Pokoknya enjoy saja dengan prosesnya. Setuju?

      Hapus
  2. Terimakasih sharingnya mba Jessica. Saya sedang masuk tahap awal nih, baru belajar berdiri. Masih harus byk belajar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitu pula saya, Kak. Memang kita akan selalu menjadi murid kehidupan yang "tidak kunjung pintar", sehingga kita makin haus untuk memperbesar kapasitas diri. :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGUAK KISAH KASIH ABADI LEWAT NOVEL "CAHAYA DI PENJURU HATI"

MEMAHAMI PENERAPAN “ I VS YOU STATEMENT” DALAM RELASI KELUARGA

RESENSI BUKU "TOTTO-CHAN'S CHILDREN"