PRAJURIT IMAN BERNAMA MERIANA RUNGKAT: SEBUAH MEMORI YANG TERPOTRET ABADI DALAM BENAK





Kata orang, Facebook bisa menjadi berhala masa kini.
Ia menjadi candu yang membuat penggunanya terlena pada keindahan dunia maya.
Aku cukup setuju dengan pemikiran itu.
Meskipun demikian, aku tidak menampik bahwa facebook bisa menjadi sumber berkat bagi orang lain.

Aku berani menjaminmu untuk satu hal ini, karena aku telah mengalami perjumpaan yang mengubahkan.
Sosok inspiratif itu menyapaku,
dan sejak saat itu hidupku dan relasiku pada Tuhan tidak akan pernah sama lagi.

Inilah kisahku, yang menulis potret prajurit wanita perkasa bernama Meriana Rungkat.
*******

Pertengahan tahun 2014, aku membaca sebuah postingan tentang seorang ibu muda penderita kanker darah tipe langka.
Semua pengalaman tentang sakit penyakit diceritakan dalam tuturan dan gaya bahasa yang tidak biasa.
Tidak ada kegetiran dan nuansa self-pity dalam setiap postingannya.
Tidak bisa kutemukan keluhan-keluhan yang mengutuk penyakit yang menggerogoti kesehatannya.
Tidak tampak adanya kepahitan atas kenyataan hidup yang membuatnya harus siap dijemput maut sewaktu-waktu.

Aku takjub. Luar biasa perempuan ini.
Kuberanikan diri untuk meminta konfirmasi pertemanan darinya.
Sejak kami berteman, komunikasi kami semakin intens.
Aku sering mengomentari postingannya, dan ia sering memberikan masukan positif untuk tulisanku.
Bahkan ia berkata bahwa aku harus membuat sebuah buku, dan ia memastikan diri akan menjadi pembeli pertamaku.
Aku semakin keheranan sekaligus kegirangan.
Ternyata pertemanan di dunia maya pun bisa terasa dekat, seakrab di dunia nyata.

Kemudian timbul keinginan dari hati ci Riana untuk dapat berjumpa dengan banyak sahabat dunia mayanya, termasuk diriku dan ketiga teman baikku yang (lagi-lagi) bersua dari jendela facebook.
Kami bertemu, dan ia begitu terbuka dan ramah.
Tahun berganti, dan pertemuan kami menjadi sejarah lahirnya sebuah grup chatting yang beranggotakan 5 orang.
Kami saling berbagi masalah dan rahasia, sekaligus menguatkan satu sama lain.

Bahkan aku masih ingat,
ketika aku mengandung anak bungsuku,
Dialah yang pertama kali berdoa untuk keselamatan janinku.
Padahal di saat yang sama, ia tengah menanti hasil pemeriksaan kesehatannya dari Singapura.
Di tengah kegalauan hatinya, ia masih menyediakan waktu untuk berlutut dan berdoa bagi orang lain.

Ketangguhan iman ci Riana memang luar biasa.
Dengan dukungan suami dan kedua anaknya, beliau memutuskan memakai setiap tarikan napas yang ada untuk berkarya dan menyatakan karya Kristus.
Ketika menjalani perawatan di Singapura, ia kerap mengunjungi pasien kanker lainnya untuk memberikan dukungan doa.

Bahkan ketika dinyatakan relapse (kambuh) untuk kesekian kalinya,
ia tetap menghadapi hari-hari kelamnya dengan penuh keyakinan dan sukacita.
Sungguh kita tidak akan percaya, bahwa perempuan cantik berkulit bersih ini sedang bertarung melawan kanker ganas dalam tubuhnya.
Ia selalu menggunakan setiap waktu yang ada untuk terus menjangkau semua hati jatuh ke dalam pelukan-Nya.
Salah satu wujud nyatanya adalah dengan menuliskan sebuah buku berdampak, dengan judul "Iman di Atas Garis".

Apakah beliau tidak pernah merasa down?
Bohong jika kedua matanya tidak sering basah oleh butiran bening.
Kepada kami ia berkata bahwa ada keinginan sederhana yang begitu ingin digapainya.

"Siapa yang tidak ingin melihat anak kita  lulus sekolah, kuliah, menikah, bahkan bisa momong cucu di masa depan?
Akankah aku mendapat kesempatan untuk boleh mengalami semua kegembiraan itu?"

Bayangkan,
hal-hal sederhana tersebut begitu diimpikannya.
Tidak muluk, bahkan sering dilupakan oleh para perempuan yang mengejar banyak pencapaian lain di dunia ini.

Ci Riana begitu sering mengunggah foto kebersamaannya dengan keluarga.
Hal ini adalah satu upaya "collecting and making memories" agar ada banyak hal indah yang dapat dikenang oleh keluarga tercintanya.
Damai rasanya melihat keluarga Panambunan begitu ekspresif dalam menerjemahkan cinta dan rasa hormat kepada setiap anggotanya.

Dan kebersamaan itu makin menguat menjelang hari-hari terakhir di bulan Oktober,
yang sekaligus menjadi waktu-waktu terakhir ci Riana menyelesaikan pertandingannya di dunia.
 Beberapa hari sebelum kematian menjemput, ci Riana membuat video bersama keluarga.
Sebuah pujian indah terlantun dari mulut bibir mereka.
Satu kidung yang sungguh tidak mudah diucapkan saat hati berduka karena kematian sudah begitu dekat menyapa.

"Bless the Lord, o' my soul,
O' My Soul.
I'll worship your holy name

Sing like never before,
O' my soul!
I'll worship your holy name!" 

Hanya mereka yang mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan yang sanggup menaikkan rasa syukur dalam segala kesesakan. 
Di dalam video itu, terlihat semua anggota keluarga berusaha tidak meneteskan air mata.
Mungkin jauh di dalam hati, mereka tahu bahwa inilah saat terakhir kali mereka merangkai jubah pujian kepada Tuhan sebagai satu keluarga yang utuh.


2 November 2017, pukul 20.40 WIB
Seorang penyintas kanker berpulang dalam damai.
Sang penantang maut itu telah pergi menemui Anak Daud.
Sang pejuang bertemu dengan Sang Penakluk Maut, yang berkuasa atas alam semesta.

Tiada kesakitan berkepanjangan lagi.
Ia berpulang dengan senyum kemenangan di wajahnya.

Raganya tersungkur di hadapan maut.
Namun sengat maut tidak berkuasa membelenggu jiwanya yang merdeka.
Ia merdeka karena telah menyelesaikan segala pertandingannya dengan sangat baik.

Waktu ziarahnya di dunia telah usai,
dan ia berpulang sebagai orang yang lebih dari pada pemenang.
Gelar pahlawan iman tersemat pada dirinya, dan terpatri kuat dalam setiap jiwa yang telah disentuhnya.

"Betapa bahagianya aku jika diizinkan menerima rasa sakit ini.
Bahkan aku menerima salibku dengan penuh rasa syukur.
Aku merasa terhormat, karena dapat merasakan secuil penderitaan Penyelamatku di Golgota."

Itulah sebuah kalimat dari ci Riana yang tidak akan pernah aku lupakan.
Ia memberikan statement, bila tidak dapat hidup lebih lama, hiduplah lebih dalam.
Dan ia telah menjadi teladan dalam lembah kekelaman.

Ci Riana, aku tahu kau telah beristirahat dalam damai.
Bersuka citalah dengan tubuh kemuliaanmu yang baru.
Heaven has the new angel.
Selamat bersekutu bersama mempelai sorgawimu, yaitu Kristus sendiri.

Rest in Peace Ev. Meriana Rungkat.
You will be missed, always!







  

Komentar

  1. Sangat menyentuh hati, semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan penghiburan dari Tuhan, amen

    BalasHapus
  2. Sangat menyentuh hati, semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan penghiburan dari Tuhan, amen

    BalasHapus
  3. Amen, Kak. Beliau sudah damai bersama Kristus.

    BalasHapus
  4. Sungguh menguatkan tulisan ini dan aku telah bersahabat dengan Ibu Meriana, dialah inspirasiku. Tuhan memberkati kita

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dia akan selalu hidup dalam ingatan kita, Pak. Bersyukur bisa mengenal sosok inspiratif seperti beliau. God bless.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGUAK KISAH KASIH ABADI LEWAT NOVEL "CAHAYA DI PENJURU HATI"

MEMAHAMI PENERAPAN “ I VS YOU STATEMENT” DALAM RELASI KELUARGA

RESENSI BUKU "TOTTO-CHAN'S CHILDREN"