#KAMIAHOK : SEBUAH UKIRAN ASA DAN RASA TENTANG SOSOK SANG PENDOBRAK
Judul Buku : #KamiAhok
Penulis : dr. Abrijanto M.Si., A. Bobby Pr., Aji "Chen Brotokusumo, dkk
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Ketebalan : 185 Halaman
Cetakan Pertama : 2017
Kekecewaan penulis diungkapkan dengan jelas saat melihat cara Ahok menangani kasus pemukiman kumuh di Bukit Duri. Penulis berpendapat jika AHok mau menyediakan ruang yang lebih besar untuk berdialog dengan kelompok masyarakat, mungkin saja Jakarta akan terlihat berbeda pada masa ini. Namun di kesempatan yang sama, penulis tetap menyampaikan harapan positif agar Ahok tetap konsisten menjadi salah satu pendobrak dan penggerak perubahan yang membuat Indonesia bergeser ke arah yang lebih baik.
Simak juga penuturan master Ghost writer Indonesia, Anang YB dalam tulisan berjudul "Poster di Rumah Tua Belitung". Penulis mengisahkan tentang pertemuannya dengan salah satu keluarga terdekat Ahok, yaitu Basuri Tjahaja Purnama. Adik kandung Ahok ini menjadi saksi mata bagaimana pria bernama Ahok itu terdidik dan terpanggil menjadi seorang pejabat negara yang bersih dan berbeda.
Yang unik, penulis membidik poster sebagai judul yang mengundang rasa penasaran. Memangnya ada apa dengan poster di rumah tua itu? Ah, lebih baik pembaca membacanya dengan seksama. Jika saya tidak salah prediksi, pembaca akan dibuat tercekat oleh ending tulisan ini. Penasaran? Segeralah membeli dan membaca kisah-kisah tersebut.
Kekuatan buku ini terletak pada sejumlah kontributor yang mumpuni di bidangnya. Sebagian besar dari mereka telah menjadikan menulis sebagai aktivitas yang telah mengurat nadi. Jangan heran jika pembaca tidak akan merasa mengantuk ataupun bosan saat membaca buku #KamiAhok.
Kelebihan berikutnya adalah desain sampul yang begitu sederhana namun membangkitkan semangat Nasionalisme. Warna merah-putih yang mendominasi buku ini benar-benar memperkuat aura bangsa Indonesia yang terkenal dengan pemahaman berani karena benar dan suci.
Lalu di mana letak kekurangan buku ini? Sejauh ini saya hanya mencatat satu hal saja, yaitu ada sedikit thypo pada kata pengantar. Selebihnya, buku ini layak menjadi koleksi pribadi karena memuat aneka kisah dan sudut pandang yang bernas, bahkan mendidik kita untuk lebih peka dalam menyingkapi perbedaan. Laksana hidangan gado-gado, rasa lezat tercipta dari keberagaman elemen yang ada.
Sejatinya, perbedaan itu tetap dapat dirayakan dengan cara yang elegan, indah, dan bermartabat.
Akhir kata, benarlah ungkapan bahwa Leiden is Lijden.
Memimpin adalah jalan menderita.
Selalu ada pengorbanan yang dilakukan seorang pemimpin besar yang mencintai negaranya.
Benarlah ungkapan bahwa cinta itu menghanguskan.
Bahwasanya, cinta seorang negarawan yang sungguh-sunguh mencintai bangsanya telah membakar semangat dalam diri untuk terus berjuang,
kendati ada banyak rintangan yang menerpa,
dan harga yang dibayar sangatlah mahal.
Penulis : dr. Abrijanto M.Si., A. Bobby Pr., Aji "Chen Brotokusumo, dkk
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Ketebalan : 185 Halaman
Cetakan Pertama : 2017
".. Aku tahu, banyak orang yang lalu lalang di trotoar jalan sebenarnya sangat inging berdiam di depanku.
Sekadar ingin menikmati dan mengagumi keindahan rupaku. Namun mereka tidak berani melakukannya dengan jelas benar, apalagi berlama-lama.
Mengapa? Karena aku ini dijaga!
Ah, mengapa harus dijaga? Ya, karena aku ini tempat orang-orang khusus belaka.
Aku ini gedung pemerintahan, namun bukan sekadar pemerintah, melainkan hanya yang berkelas tinggi.
Hebat bukan, diriku ini?"
(Balai Kota DKI, Saksi yang Berkisah dari Hati, hal. 3)
Penggalan kalimat ini diucapkan oleh sebuah gedung yang memang memiliki gengsi tertinggi di ibu kota Negara tercinta. Jika Balai kota DKI benar-benar bisa ngomong, ia pasti akan menjadi saksi mata terhebat dari seorang pejabat kontroversial yang pernah menjabat di dalamnya.
Pejabat tersebut memanglah tidak biasa.
Mata sipit, beragama Nasrani, dan bermulut tajam. Ahok namanya.
Apa yang ada di benak pembaca saat mengingat sosok Ahok? Setidaknya ada 3 ciri khas yang melekat kuat dalam dirinya.
Pertama, ia sosok ikon anti-korupsi.
Kedua, ucapannya menohok dan kerap membikin telinga tidak nyaman, bahkan memerah.
Ketiga, ia adalah sebuah lambang perubahan dan pendobrak di Jakarta.
Drama Pilkada yang panjang telah menorehkan hasil akhir, di mana Ahok menelan kekalahan atas rivalnya. Tidak hanya sampai di situ. Ahok terbukti bersalah dan harus menjalani hukuman atas dakwaan penistaan agama. Meskipun sosoknya telah tenggelam dalam kesunyian hotel prodeo selama hampir 3 bulan ini, namanya masih ramai diperbincangkan khalayak umum. Bahkan buku-buku tentang seorang Ahok pun masih gencar diterbitkan, dan mendapat perhatian dari masyarakat luas. Sosok Ahok pun masih menjadi magnet yang kuat untuk dibahas, sehingga 18 penulis berbobot dari Penerbit Buku Kompas pun bersatu padu membuat proyek keroyokan lewat buku berjudul #KamiAhok.
Apa jadinya bila sebuah buku diisi oleh 18 cerita dari pribadi dengan latar belakang yang berbeda? Pastinya buku in menjadi begitu kaya akan cerita. Masing-masing penulis berpartisipasi menuangkan opini tentang gambaran pribadi Ahok dari segala sisi.
Tercatat sejumlah nama terkenal ikut menyumbangkan buah pikiran dan pengalamannya saat bertemu maupun menjadi pengamat setia Ahok. Simak tulisan maestro kuliner Indonesia yang terkenal dengan jargon "Mak Nyus" nya. Tulisan Bondan Winarno mewakili kegelisahan para pegiat kuliner tradisional dalam melestarikan kuliner Nusantara. Ada pula seorang None Jakarta yang menuliskan pendapatnya tentang Gubernur yang "unik dan lain dari pada biasanya".
Ada juga tulisan bernas dari seorang ibu rumah tangga yang patut disimak. Penulis adalah menantu alm. Sarlito Wirawan yang menjadi aktivis perempuan dan ibu rumah tangga sepenuh waktu.
Bahkan intelektual muda dari Nahdatul Ulama asal Sumenep bernama Zuhairi Miswari (Gus Mis) pun ikut menuturkan pandangannya tentang Ahok, lengkap dengan sudut pandang beliau mewakili agama Islam.Deskripsi sebanyak 11 halaman yang dituliskan Gus Mis sama sungguh enak dibaca dan mudah dicerna. Sejumlah bukti dilampirkan untuk mendukung pemikiran beliau.
Buku #KamiAhok tidak hanya melontarkan pemujaan dan rasa kekaguman pada Ahok semata, sehingga tidaklah tepat jika sebagian orang mengasumsikan bahwa buku ini ditulis oleh serombongan Ahokers.
Pembaca dapat menyimak kritik seorang Ignatius Haryanto mengenai sikap Ahok yang dinilai arogan.
Simak juga penuturan master Ghost writer Indonesia, Anang YB dalam tulisan berjudul "Poster di Rumah Tua Belitung". Penulis mengisahkan tentang pertemuannya dengan salah satu keluarga terdekat Ahok, yaitu Basuri Tjahaja Purnama. Adik kandung Ahok ini menjadi saksi mata bagaimana pria bernama Ahok itu terdidik dan terpanggil menjadi seorang pejabat negara yang bersih dan berbeda.
Yang unik, penulis membidik poster sebagai judul yang mengundang rasa penasaran. Memangnya ada apa dengan poster di rumah tua itu? Ah, lebih baik pembaca membacanya dengan seksama. Jika saya tidak salah prediksi, pembaca akan dibuat tercekat oleh ending tulisan ini. Penasaran? Segeralah membeli dan membaca kisah-kisah tersebut.
Kekuatan buku ini terletak pada sejumlah kontributor yang mumpuni di bidangnya. Sebagian besar dari mereka telah menjadikan menulis sebagai aktivitas yang telah mengurat nadi. Jangan heran jika pembaca tidak akan merasa mengantuk ataupun bosan saat membaca buku #KamiAhok.
Kelebihan berikutnya adalah desain sampul yang begitu sederhana namun membangkitkan semangat Nasionalisme. Warna merah-putih yang mendominasi buku ini benar-benar memperkuat aura bangsa Indonesia yang terkenal dengan pemahaman berani karena benar dan suci.
Lalu di mana letak kekurangan buku ini? Sejauh ini saya hanya mencatat satu hal saja, yaitu ada sedikit thypo pada kata pengantar. Selebihnya, buku ini layak menjadi koleksi pribadi karena memuat aneka kisah dan sudut pandang yang bernas, bahkan mendidik kita untuk lebih peka dalam menyingkapi perbedaan. Laksana hidangan gado-gado, rasa lezat tercipta dari keberagaman elemen yang ada.
Sejatinya, perbedaan itu tetap dapat dirayakan dengan cara yang elegan, indah, dan bermartabat.
Akhir kata, benarlah ungkapan bahwa Leiden is Lijden.
Memimpin adalah jalan menderita.
Selalu ada pengorbanan yang dilakukan seorang pemimpin besar yang mencintai negaranya.
Benarlah ungkapan bahwa cinta itu menghanguskan.
Bahwasanya, cinta seorang negarawan yang sungguh-sunguh mencintai bangsanya telah membakar semangat dalam diri untuk terus berjuang,
kendati ada banyak rintangan yang menerpa,
dan harga yang dibayar sangatlah mahal.
Aih, resensi yang indah dan membuat ge-er penulisnya .. Makasih sekaliiii ...
BalasHapus